Kelemahan NU adalah pada sistem dan manajemen.
Kalimat
itu sungguh melekat dalam ingatan Ma’ruf Islamuddin sejak masih menjadi santri,
hingga saat mulai mengasuh sebuah pondok pesantren. Namun,
ingatan itu tidak membuat Kiai Ma’ruf
sebagai seorang santri
dan aktivis NU, merasa lemah. Justru Kiai Ma’rif menjadikan kalimat itu sebagai
lecutan semangat hingga menggerakkannya melakukan perbaikan pada sistem dan
manajemen di lingkungan serta warga NU.
“Kelemahan
kok dibiarkan? Kalau mau berusaha insyaallah bisa. Bismillah,
saya akhirnya mencoba mengubah kelemahan itu agar bisa menjadi kelebihan,” kata
Kiai Ma’ruf, Kamis (2/11).
Kiai
Ma’ruf mengawalinya pada tahun 2015 saat dirinya diamanahi sebagai Mustasyar
MWCNU Karangmalang, Sragen, Jawa Tengah. Ia mengenalkan semangat berinfak
kepada warga di ranting-ranting NU di Kecamatan Karangmalang.
Dari
ajakan Kiai Maruf, kala itu pada tahap pertama berhasil mengumpulkan infak
sebesar 7 juta rupiah dari 600 kotak; berlanjut 20 juta rupiah dengan 1000
kotak pada tahap kedua. Permintaan kotak bertambah pada tahap ketiga dan
mencapai perolehan 30 juta rupiah.
Tahapan-tahapan
yang dimaksud adalah pengumpulan rutin setiap selapanan (35 hari
sekali). Pengumpulan dilakukan di beberapa ranting, saat ia mengisi pengajian.
Gerakan
perlahan-lahan itu membuahkan hasil yang tak bisa dianggap remeh. Satu kesempatan
semangat berinfak yang dijalankan Kiai Ma’ruf diadopsi oleh Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Sragen sebagai gerakan yang kemudian dilakukan
bersama di tingkat PCNU. Pengumpulan dan pengelolaan dana infak tersebut juga
semakin diperkuat dengan pengakuan menjadi salah satu program LAZISNU Kabupaten
Sragen.
“Alhamdulillah, saat Pengurus Pusat LAZISNU mengadakan Workshop Eksistensi Manajemen
Zakat Infak Sedekah di Sukabumi awal tahun 2017, hasil pengumpulan infak
hingga tahun 2016 sudah bisa bisa dilaporkan sebagai pengumpulan LAZISNU
Kabupaten Sragen,” tutur pria yang kini Ketua Tanfidziyah PCNU Sragen.
Sepulang
mengikuti Workshop Eksistensi Manajemen ZIS di Sukabumi, LAZISNU
Kabupaten Sragen semakin memantapkan niat untuk menyebarkan gerakan tersebut ke
seluruh MWCNU.
Secara
resmi apa yang diinisiasi Kiai Ma’ruf dinamakan Gerakan Koin NU Menuju
Nusantara Mandiri diluncurkan oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj
pada 14 April 2017.
Pada
tahun awal gerakan tersebut berhasil mengumpulkan dana infak senilai 2 miliar
rupiah. Sementara saat ini rata-rata per 35 hari sekitar 300-400 juta rupiah
terkumpul di tingkat Kabupaten Sragen.
“Gerakan
ini sudah menyebar ke semua MWCNU di Sragen. Ada 20 MWCNU di Sragen. Dengan
jumlah kotak yang beredar 40 ribu, bila setiap kotak berisi 10 ribu rupiah,
totalnya sudah 400 juta rupiah,” lanjut Pengasuh Pesantren Walisongo itu.
Gerakan
Koin NU Sragen mengandung dua makna. Pertama adalah koin yang bermakna uang
berbentuk koin. Kedua berarti Kotak Infak.
Ada
hal menarik dari Gerakan Koin NU Sragen. Pertama, dari jumlah koin atau
uang infak yang dimasukkan setiap hari oleh satu keluarga, menyesuaikan
kemampuan dan niat pemilik kotak infak. Bisa 100 rupiah, bisa 500 rupiah, 100
rupiah, seratus ribu atau lebih juga boleh.
“Koin
ini memungkinkan semiskin-miskinnya orang tetap bisa berinfak. Sepelit-pelitnya
orang, boleh berinfak, berapa pun nilainya,” kata alumni Pesantren Banu Saudah,
Sragen.
Keunikan
berikutnya, satu kotak infak boleh diisi oleh seluruh anggota keluarga.
“Bila
bapak ingin infak, bisa. Ibu ingin infak, di kotak itu boleh. Anak, bahkan tamu
pun boleh infak,” katanya.
Ketiga, setiap berinfak bisa dengan niat tertentu. Misalnya supaya disehatkan,
supaya lulus ujian, pahalanya buat orangtua, ingin naik haji, atau niat
tertentu lainnya.
“Yang
menarik, banyak orang yang tidak shalat tapi mau mengisi kotak infak ini,
karena saya katakan berinfak bisa untuk menambah rizki. Jadi mereka yang awam
tentang agama Islam pun tertarik mengisi infak. Nah, ini kan bisa
sebagai dakwah juga,” papar pria yang dikarunai lima orang anak ini.
Dari
warga atau rumah-rumah, kotak infak dikumpulkan dengan dua cara. Pertama,
petugas mendatangi rumah-rumah warga yang telah memiliki kotak infak. Lalu
petugas mengambil uang dari kotak, memasukkan ke dalam ember tanpa
menghitungnya.
Cara
kedua adalah jamaah atau warga satu ranting dikumpulkan. Di tempat itu, mereka
menyetorkan koin dari kotak.
Hasil
perolehan setiap pengumpulan dilakukan pencatatan per ranting, lalu dari
ranting dicatatkan ke MWCNU. Dari MWCNU di laporkan angka perolehannya ke PCNU.
Akan
tetapi, perolehan dari setiap warga, ranting, lalu MWCNU tidak diumumkan secara
terbuka, terutama untuk menyebutkan mana misalnya ranting yang mengumpulkan
paling banyak atau paling sedikit dalam setiap pengumpulan.
“Tujuannya
agar tidak merasa malu bagi yang berinfak kecil. Ataupun menimbulkan bangga
berlebihan dan kesombongan bagi yang mengumpulkan paling besar,” kata pria yang
November nanti berusia 51 tahun.
Di
Sragen, gerakan tersebut bukan saja menjadi gerakan LAZISNU, namun juga PCNU
dengan pelibatan seluruh lembaga-lembaga di bawah PCNU Kabupaten Sragen.
“Saya
memegang prinsip bahwa kekuatan NU adalah bila lembaga-lembaganya bergerak.
Karena gerakan infak ini harus dilakukan oleh LAZISNU, maka secara kelembagaan
LAZISNU yang berwenang menanganinya. Bila terkait pendidikan, LP Maarif yang
saya dorong terlibat. Demikian juga soal pondok pesantren, kita sama-sama
menggerakan lewat RMI,” papar Kiai Ma’ruf.
Kiai
Ma’ruf yang pada kepengurusan sebelumnya menjabat Ketua PC RMINU, percaya bahwa
sistem yang baiklah yang menjadi kunci sukses Gerakan Koin NU.
“Sistem
yang saya tiru adalah dari Allah. Allah mengutus dua malaikat untuk mencatat
perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia. Dengan pencatatan pada gerakan Koin
NU, akan menimbulkan ketransparanan. Itu bisa dipertanggungjawabkan,” ujar pria
yang juga Pembimbing Haji dan Umrah pada KBIH Walisongo.
Sementara
ini, infak yang terkumpul diprioritaskan untuk membangun gedung MWCNU di setiap
kecamatan. Namun tidak menutup kemungkinan untuk insidental, artinya
menyesuaikan kejadian dan kondisi yang perlu dibantu. PCNU dan LAZISNU Sragen
antara lain melakukan santunan yatim piatu pada Hari Santri yang lalu.
Selain
itu, dalam pengembangan ekonomi, bekerjasama dengan Lembaga Perekonomian
Nahdltaul Ulama (LPNU), infak juga dimanfaatkan untuk membeli minibus yang
sebagai rintisan usaha PCNU Sragen di bidang jasa angkutan travel, berlabel NU
Trans.
Dari
sistem yang dijalankan, pelaporan yang transparan, serta pemanfaatan yang tepat
sasaran, Kiai Ma’ruf optimis, Koin NU niscaya benar-benar mampu mewujudkan
Nusantara yang mandiri.
(Kendi Setiawan.nu.or.id)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar